Total Tayangan Halaman

Kamis, 26 Mei 2011

Referat Interna "Pneumonia Ventilator"


REFERAT ILMU PENYAKIT PARU

 

”PNEUMONIA YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMAKAIAN VENTILATOR
(VENTILATOR-ASSOCIATED PNEUMONIA / VAP)”
 


 

 

Disusun Oleh :
R I F Q I
0810221074



FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
SMF PENYAKIT PARU RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2009



BAB I PENDAHULUAN

Infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi serta kerugian produktivitas kerja. Infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) dapat dijumpai dalam berbagai bentuk, tersering adalah dalam bentuk pneumonia. Pneumonia ini dapat terjadi secara primer atau merupakan tahap lanjutan manifestasi lSNBA lainnya misalnya sebagai perluasan bronkiektasis yang terinfeksi.1
Pneumonia yang berhubungan dengan ventilator atau Ventilator-associated pneumonia (VAP) terus berlanjut menjadi komplikasi pada 8-28% pasien yang menggunakan ventilasi mekanik. Berbeda dengan infeksi pada organ-organ lain yang lebih sering terlibat (misalnya saluran kemih dan kulit), dimana angka kematian rendah antara 1 hingga 4%, tingkat angka kematian VAP berkisar dari 24-50% dan dapat mencapai 76% pada beberapa keadaan atau pada infeksi paru yang disebabkan oleh patogen-patogen beresiko tinggi. Organisme-organisme yang paling dominan bertanggung jawab pada infeksi ini diantaranya Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, dan Enterobacteriaceae, namun agen-agen etiologi ini berbeda-beda bergantung dari populasi pasien di unit perawatan intensif (ICU), lama perawatan di rumah sakit, dan terapi antimikroba sebelumnya.2
Diagnosis pneumonia harus didasarkan kepada pengertian patogenesis penyakit hingga diagnosis yang dibuat mencakup bentuk manifestasi, beratnya proses penyakit dan etiologi pneumonia. Cara ini akan mengarahkan dengan baik kepada terapi empiris dan pemilihan antibiotik yang paling sesuai terhadap mikroorganisme penyebabnya. Oleh karena pemberian antimikroba yang sesuai pada pasien dengan VAP secara signifikan dapat memberikan hasil yang baik, identifikasi pasien yang terinfeksi secara cepat dan pemilihan antimikroba yang akurat akan menggambarkan  pencapaian klinis yang penting.1
Penggunaan teknik bronkoskopi pada pasien yang secara klinis dicurigai VAP dan pengambilan spesimen dengan bronchoalveolar lavage (BAL) pada area paru yang terkena mempermudah dokter untuk merencanakan strategi terapetik, dimana hal ini jauh lebih baik ketimbang hanya berdasarkan evaluasi klinis. Jika bronkoskopi fiberoptik tidak tersedia untuk menangani pasien yang secara klinis dicurigai mengalami VAP, maka dapat direkomendasikan penggunaan prosedur diagnostik nonbronkoskopi sederhana ataupun penggunaan strategi penilaian (scoring) klinis dari tujuh variabel untuk menentukan rencana terapi antibiotik. Pemilihan terapi antimikroba inisial harus berdasarkan flora utama yang bertanggung jawab terhadap VAP pada setiap institusi, keadaan klinis, informasi yang didapatkan langsung dari pemeriksaan sekret paru, dan aktivitas antibakterial intrinsik dari agen antimikroba beserta ciri-ciri farmakokinetiknya. Pemeriksaan lebih lanjut dibutuhkan untuk menentukan durasi penatalaksanaan yang optimal dan keadaan-keadaan dimana penatalaksanaan dengan monoterapi dapat dengan aman dilakukan.2


BAB II ISI

1.      DEFINISI
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pada pemeriksaan histologis terdapat pneumonitis atau reaksi inflamasi berupa alveolitis dan pengumpulan eksudat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab dan berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi.1
Istilah pneumonia lazim dipakai bila peradangan terjadi oleh proses infeksi akut yang merupakan penyebabnya yang tersering, sedangkan istilah pneumonitis sering dipakai untuk proses non infeksi. Bila proses infeksi teratasi, terjadi resolusi dan biasanya struktur paru normal kembali. Namun pada pneumonia nekrotikans yang disebabkan antara lain oleh Staphylococcus atau kuman gram negatif terbentuk jaringan parut atau fibrosis.1
Pneumonia nosokomial (HAP) adalah pneumonia yang terjadi setelah pasien 48 jam dirawat di rumah sakit dan disingkirkan semua infeksi yang inkubasinya terjadi sebelum masuk rumah sakit. Pneumonia yang berhubungan dengan ventilator atau Ventilator associated pneumonia (VAP) adalah pneumonia yang terjadi lebih dari 48 jam setelah pemasangan intubasi endotrakeal.3 Pada healthcare-associated pneumonia (HCAP) termasuk pasien yang dirawat oleh perawatan akut di RS selama 2 hari atau lebih dalam waktu 90 hari dari proses infeksi, tinggal di rumah perawatan (nursing home atau long-term care facility), mendapat AB intavena, kemoterapi atau perawatan luka dalam waktu 30 hari proses infeksi ataupun datang ke klinik RS atau klinik hemodialisa.1


2.      EPIDEMIOLOGI
Data akurat mengenai epidemiologi dari pneumonia yang berhubungan dengan ventilator atau ventilator-associated pneumonia (VAP) dibatasi oleh kurangnya kriteria standar diagnosisnya. Secara konsep, VAP didefinisikan sebagai inflamasi parenkim paru yang disebabkan oleh agen infeksius yang inkubasinya tidak pada saat dimulainya atau sebelum pemasangan ventilator mekanik. Meskipun konsep ini jelas, selama tiga dekade belakangan ini menunjukkan munculnya sejumlah definisi operasional, dan tidak satupun yang secara universal diterima. Bahkan definisi yang berdasarkan penemuan histopatologik dari otopsi dapat menemui kegagalan dalam menemukan konsensus atau kepastian. Tidak adanya ”gold standard” ini terus menimbulkan kontroversi mengenai adekuasi dan relevansi dari berbagai penelitian di bidang ini.2
Pemakaian ventilator mekanik yang lama (lebih dari 48 jam) merupakan faktor paling penting yang berhubungan dengan pneumonia nosokomial. Bagaimanapun, pneumonia yang berhubungan dengan ventilator (VAP) terjadi dalam 48 jam pertama setelah intubasi. Berdasarkan penelitian Langer dkk, VAP biasa dibedakan atas VAP onset cepat yang terjadi selama empat hari pertama pemasangan ventilator mekanik dan VAP onset lambat yang berkembang dalam lima hari atau lebih setelah dimulainya pemasangan ventilator mekanik. Tidak hanya patogen-patogen penyebabnya yang umumnya berbeda, tetapi juga derajat penyakitnya biasanya lebih ringan dan prognosisnya lebih baik pada VAP onset cepat dibandingkan dengan VAP onset lambat.2

Insidensi Pneumonia yang Berhubungan dengan Ventilator atau Ventilator-associated Pneumonia (VAP)
Sebuah penelitian pneumonia berskala besar dalam sehari dilakukan pada 29 April 1992 di 1.417 Unit Perawatan Intensif (ICU). Total 10.038 pasien dievaluasi: 2.064 (21%) mengalami infeksi yang didapat pada ICU (ICU-acquired infections) dan 967 (47%) diantaranya termasuk pasien pnemonia yang merupakan 10% dari prevalensi keseluruhan pneumonia nosokomial. Dalam penelitian ini, ventilator mekanik teranalisa sebagai salah satu dari tujuh faktor resiko dari ICU-acquired infections (infeksi yang didapat di Unit Perawatan Intensif). Sebuah penelitian yang lebih besar dilakukan pada 107 ICU di negara-negara Eropa, menunjukkan angka kematian kasar pneumonia sebesar 9%. Dalam penelitian ini, pemakaian ventilator mekanik dihubungkan dengan adanya peningkatan resiko terjadinya ICU-acquired infections sebanyak tiga kali lipat dibandingkan dengan pasien tanpa ventilator. Sebuah penelitian prospektif besar dilakukan pada 16 ICU di Kanada: 1.014 pasien dengan ventilator mekanik dilibatkan, 177 (18%) diantaranya berkembang menjadi Pneumonia yang berhubungan dengan ventilator (VAP), setelah dilakukan sampling bronkoskopik dengan bronchoalveolar lavage (BAL) atau dengan protected specimen brush (PSB). Data ini menunjukkan angka resiko yang tinggi terhadap timbulnya VAP pada pasien ICU yang dilakukan pemasangan ventilator mekanik.2
Pada kebanyakan laporan penelitian, frekuensi VAP bervariasi antara 8 hingga 28% (Tabel 1). Namun demikian, resiko berkembangnya VAP sangat bergantung dari populasi yang dinilai dan juga banyak faktor yang lain, terutama sekali terhadap sejumlah pasien dalam populasi penelitian yang telah mendapatkan terapi antibiotik sejak perawatan hari pertama di ICU.2

Tabel 1. Insidensi dan Angka Kematian Kasar Ventilator-Associated Pneumonia (VAP)

Dikutip dari (2)

Pneumonia yang berhubungan dengan ventilator atau Ventilator Associated pneumonia (VAP) diperkirakan sebagai komplikasi utama dari acute respiratory distress syndrome (ARDS) (Tabel 1). Banyak penelitian klinis menemukan bahwa infeksi paru mengenai 34 hingga 70% pasien dengan ARDS dan sering berkembang menjadi sepsis, kegagalan multi organ (multiple organ failure) dan kematian. Ketika paru pada pasien yang meninggal akibat ARDS dilakukan pemeriksaan otopsi secara histologis, pneumonia didapatkan sebanyak 73%. Namun demikian, diagnosis infeksi paru pada pasien ARDS seringkali sulit. Beberapa penelitian secara jelas menunjukkan ketidakmampuan para dokter untuk mendiagnosis pneumonia nosokomial secara akurat hanya dengan dasar kriteria klinis. Penggunaan teknik Protected Specimen Brush (PSB) dan atau Bronchoalveolar Lacage (BAL) pada waktu yang ditetapkan dari hari ke-3 sampai hari ke-21 setelah onset dari sindroma pada 105 pasien dengan ARDS, Sutherland dkk menyimpulkan bahwa frekuensi terjadinya VAP dapat jauh lebih berkurang pada kelompok pasien-pasien ini. Hanya 16 (15,2%) dari 105 pasiennya yang ditemukan gambaran yang sesuai dengan kriteria pneumonia (PSB > 103 cfu/ml atau BAL > 104 cfu/ml), dan tidak ada hubungan yang ditemukan antara hitung total koloni pada cairan BAL atau kultur PSB dengan beratnya ARDS yang dinilai dari rasio PaO2/FIO2 (fraksi oksigen inspirasi), hari penggunaan ventilator mekanik, komplians paru, dan atau ketahanan hidup. Sayangnya, hasil ini mungkin tidak sesuai dengan nilai pada umumnya oleh karena sebagian besar pasien dalam penelitian dilakukan lavage pada saat menerima antibiotik dan pada waktu selama dalam keadaan ARDS, bukan pada waktu pasien secara klinis dicurigai infeksi. Sesuai dengan empat penelitian yang lain, angka VAP lebih tinggi pada pasien ARDS dibanding dengan pasien-pasien dengan ventilator mekanik lainnya (Tabel 1).2
Penemuan-penemuan ini menegaskan bahwa (1) pengaruh utama kondisi-kondisi medis yang mendasari terhadap karakteristik epidemiologik dari VAP, dan (2) peran penting teknik-teknik diagnostik yang digunakan untuk mengidentifikasi pasien-pasien dengan VAP dan untuk menyediakan data epidemiologi yang akurat. Seperti data yang tercantum pada Tabel 2 memberi kesan bahwa pada pasien yang sama, VAP yang terdiagnosis secara klinis hampir dua kali lebih banyak dibanding dengan yang dikonfirmasi dengan pemeriksaan bakteriologis. Memahami perbedaan ini sangatlah penting sebagai implementasi program pengawasan yang rasional dan berhubungan di ICU untuk mengevaluasi strategi terapetik baru, terutama untuk profilaktik, dan untuk memperbaiki penggunaan antibiotik melalui identifikasi pasien-pasien yang terinfeksi serta pemilihan antimikroba yang sesuai. Adanya perbedaan antara VAP suspek klinis dengan VAP konfirmasi bakteriologis ini telah digabungkan dalam pedoman baru CDC.2

Tabel 2. Konfirmasi Bakteriologis pada Pasien yang Secara Klinis Dicurigai Menderita Pneumonia yang Berhubungan dengan Ventilator atau Ventilator-Associated Pneumonia (VAP)

Dikutip dari (2)
Mortalitas dan Morbiditas
Angka kematian kasar pneumonia yang berhubungan dengan ventilator atau ventilator-associated pneumonia (VAP) di Unit Perawatan Intensif atau Intensive Care Unit (ICU) dilaporkan sebesar 24 hingga 76% dari berbagai lembaga penelitian (Lihat Tabel 1). Pasien dengan ventilator mekanik dengan VAP di ICU tampak 2 hingga 10 kali lipat beresiko tinggi mengalami kematian dibandingkan dengan pasien tanpa pneumonia. Pada tahun 1974, dilaporkan angka kematian sebesar 50% untuk pasien-pasien ICU dengan pneumonia dan 4% untuk pasien-pasien tanpa pneumonia. Hasil-hasil dari beberapa penelitian yang dilakukan pada tahun 1986 hingga 2001 telah mengkonfirmasikan hasil observasi tersebut. Meskipun terdapat perbedaan-perbedaan dalam penelitian yang umumnya disebabkan oleh pertimbangan populasi, secara keseluruhan angka kematian untuk pasien dengan atau tanpa VAP adalah: 55% versus 25%, 71% versus 28%, 33% versus 19%, 37% versus 9%, dan 44% versus 19%.2

Tabel 3. Angka Kematian yang Berhubungan dengan Terapi Inisial Antibiotik Empirik

Dikutip dari (2)

Angka kejadian dan angka kematian pada umumnya lebih tinggi di rumah sakit yang besar dibandingkan dengan rumah sakit yang kecil.3 Angka kematian kasar untuk VAP adalah 27-76%. Pneumonia akibat Pseudomonas atau Acinetobacter dihubungkan dengan peningkatan angka kematian ini dibandingkan dengan organisme lainnya. Penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa penundaan dalam pemberian terapi antibiotik dengan dosis yg sesuai dan adekuat meningkatkan angka kematian (Tabel 3).4
Hal ini juga berhubungan dengan onset dari VAP.4 Pneumonia nosokomial atau Hospital-Acquired Pneumonia (HAP) dan VAP onset dini terjadi dalam 4 hari pertama masuk RS, biasanya disebabkan oleh bakteri yang sensitif terhadap antibiotik, kecuali bila sebelumnya pernah mendapat antibiotik atau dirawat di RS dalam waktu 90 hari. HAP dan VAP onset lanjut (hari ke-5 atau lebih) lebih mungkin disebabkan oleh patogen multidrug-resistant (MDR) yang berkaitan dengan mortalitas dan morbiditas yang tinggi.3
Sangatlah tidak mungkin untuk dapat mengevaluasi dengan tepat morbiditas dan berapa biaya yang dihabiskan dalam hal kaitannya dengan VAP. Bagaimanapun, pemanjangan masa perawatan inap sebagai akibat langsung dari VAP telah diperkirakan dalam beberapa penelitian. Dalam salah satu penelitian, VAP memperpanjang masa pemasangan ventilator mekanik dari 10 hari menjadi 32 hari. Penelitian lain menyatakan rata-rata masa rawat inap pada pasien dengan VAP adalah 21 hari dibanding dengan rata-rata 15 hari pada kontrol.2
Pada pasien dengan acute respiratory distress syndrome (ARDS), semua penelitian dengan jelas menggambarkan pemanjangan masa penggunaan ventilator mekanik dan rawat inap pada pasien ARDS dengan VAP dibandingkan dengan pasien ARDS tanpa VAP.2


3.      ETIOLOGI
Mikroorganisme yang bertanggung jawab terhadap pneumonia yang berhubungan dengan ventilator atau ventilator-associated pneumonia (VAP) dapat berbeda sesuai dengan populasi pasien di Unit Perawatan Intensif (ICU), durasi rawat inap di Rumah Sakit (RS) dan ICU, dan metode-metode diagnostik spesifik yang digunakan. Tingginya angka infeksi pernafasan yang disebabkan oleh bakteri gram-negatif (GNB) telah banyak dilaporkan. Beberapa penelitian melaporkan bahwa lebih dari 60% VAP disebabkan oleh bakteri aerob gram-negatif. Baru-baru ini beberapa peneliti melaporkan bahwa infeksi oleh bakteri gram-negatif menjadi semakin meningkat dengan S. aureus menjadi yang utama berdasarkan hasil isolasi. Data dari 24 peneliti yang dilakukan pada pasien dengan ventilator, dimana penelitian bakteriologis dibatasi pada spesimen-spesimen yang tidak terkontaminasi, memberikan hasil konfirmasi sebagai berikut: GNB menggambarkan 58% dari organisme-organisme yang ditemukan (Tabel 4). Bakteri gram-negatif yang utama adalah P. aeruginosa dan Acinetobacter spp., diikuti oleh Proteus spp., Escherichia coli, Klebsiella spp., dan H. influenzae. Sebuah angka yang relatif cukup tinggi untuk pneumonia akibat gram-positif juga dilaporkan dalam penelitian ini, dengan S. aureus terjadi pada 20% kasus (Tabel 4).2
Meskipun terdapat sedikit perbedaan mengenai definisi pneumonia onset cepat, yakni perbedaan waktu antara <3 hari sampai <7 hari, tingginya angka infeksi oleh H. influenzae, S. pneumoniae, methicillin-sensitive S. aureus (MSSA), atau Enterobacteriaceae terus-menerus ditemukan pada VAP onset cepat, sedangkan P. aeruginosa, Acinetobacter spp., methicillin-resistant S. aureus (MRSA), dan GNB multiresisten secara signifikan lebih sering ditemukan pada VAP onset lambat. Pola perbedaan distribusi dari agen-agen etiologik antara VAP onset cepat dengan VAP onset lambat ini juga dihubungkan dengan pemberian berulang terapi antimikroba sebelumnya pada kebanyakan pasien dengan VAP onset lambat.2

Tabel 4. Etiologi Pneumonia yang Berhubungan dengan Ventilator atau Ventilator-Associated Pneumonia (VAP) Berdasarkan Data dari Teknik Bronkoskopi dari 24 Penelitian dengan Total 1.689 Episode dan 2.490 Patogen

Dikutip dari (2)
·  Pseudomonas aeruginosa adalah bakteri gram-negatif multidrug resistant (MDR) utama penyebab pneumonia yang berhubungan dengan ventilator atau ventilator-associated pneumonia (VAP). Pseudomonas bersifat resisten terhadap banyak antibiotik dan telah diketahui bisa menyebabkan resistensi didapat pada banyak antibiotik kecuali polymixin B. Resistensi secara khas didapat dari peningkatan regulasi atau mutasi dari berbagai pompa-pompa efluksnya yang dapat memompa antibiotik keluar dari sel. Resistensi juga bisa terjadi melalui hilangnya outer membrane porin channel (OprD).5
·  Klebsiella pneumoniae bersifat resisten terhadap beberapa antibiotik beta-laktam seperti ampicillin. Resistensi terhadap cephalosporin dan aztreonam bisa berkembang melalui induksi dari plasmid-based extended spectrum beta-lactamase (ESBL) atau plasmid-based ampC-type enzyme5
·  Serratia marcescens mempunyai gen ampC yang bisa disebabkan oleh pajanan terhadap antibiotik seperti cephalosporin.5
·  Enterobacter juga memiliki gen ampC yang terinduksi. Enterobacter juga bisa menyebabkan resistensi melalui plasmid yang didapat.5
·  Citrobacter juga memiliki gen ampC yg terinduksi.5
·  Stenotrophomonas maltophilia sering menyerang pasien dengan endotracheal tubes atau tracheostomi dan juga bisa menyebabkan pneumonia. Bakteri ini sering bersifat resisten luas terhadap antibiotik-antibiotik secara kesatuan tetapi biasanya sensitif terhadap cotrimoxazole.5
·  Acinetobacter mulai menjadi penyebab umum dan dapat resisten terhadap carbapenem seperti imipenem dan meropenem5
·  Burkholderia cepacia merupakan organisme penting pada orang dengan cystic fibrosis dan sering resisten terhadap lebih dari satu antibiotik5
·  Methicillin-resistant Staphylococcus aureus merupakan penyebab VAP yang sedang banyak berkembang. Sebanyak kurang lebih 50% Staphylococcus aureus terisolasi di ICU dan resisten terhadap methicillin. Resistensi ini didapat dari gen mecA.5

4.      FAKTOR PREDISPOSISI ATAU FAKTOR RESIKO
Faktor resiko pada pneumonia sangat banyak dibagi menjadi 2 bagian:3
1.      Faktor yang berhubungan dengan daya tahan tubuh
Penyakit kronik (misalnya penyakit jantung, penyakit paru obstruktif kronik/PPOK, diabetes, alkoholisme, azotemia), perawatan di rumah sakit yang lama, koma, pemakaian obat tidur, perokok, intubasi endotrakeal, malnutrisi, umur lanjut. pengobatan steroid, pengobatan antibiotik, waktu operasi yang lama, sepsis, syok hemoragik, infeksi berat di luar paru dan cidera paru akut (acute lung injury) serta bronkiektasis
2.      Faktor eksogen adalah :
a.       Pembedahan:
Besar resiko kejadian pneumonia nosokomial tergantung pada jenis pembedahan, yaitu torakotomi (40%), operasi abdomen atas (17%) dan operasi abdomen bawah (5%).
b.      Penggunaan antibiotik :
Antibiotik dapat memfasilitasi kejadian kolonisasi, terutama antibiotik yang aktif terhadap Streptococcus di orofaring dan bakteri anaerob di saluran pencernaan. Sebagai contoh, pemberian antibiotik golongan penisilin mempengaruhi flora normal di orofaring dan saluran pencemaan. Sebagaimana diketahui Streptococcus merupakan flora normal di orofaring melepaskan bacterocins yang menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif. Pemberian penisilin dosis tinggi akan menurunkan sejumlah bakteri gram positif dan meningkatkan kolonisasi bakteri gram negatif di orofaring.
c.       Peralatan terapi pernapasan
Kontaminasi pada peralatan ini, terutana oleh bakteri Pseudomonas aeruginosa dan bakteri gram negatif lainnya sering terjadi.
d.      Pemasangan pipa/selang nasogastrik, pemberian antasid dan alimentasi enteral
Pada individu sehat, jarang dijumpai bakteri gram negatif di lambung, karena asam lambung dengan pH < 3 mampu dengan cepat membunuh bakteri yang tertelan. Pemberian antasid/penyekat H2 yang mempertahankan pH > 4 menyebabkan peningkatan kolonisasi bakteri gram negatif aerobik di lambung, sedangkan larutan enteral mempunyai pH netral 6,4 - 7,0.
e.       Lingkungan rumah sakit
-          Petugas rumah sakit yang mencuci tangan tidak sesuai dengan prosedur
-          Penatalaksanaan dan pemakaian alat-alat yang tidak sesuai prosedur, seperti alat bantu napas, selang makanan, selang infus, kateter dll
-          Pasien dengan kuman multidrug resistant (MDR) tidak dirawat di ruang isolasi
Berikut adalah faktor resiko kuman MDR penyebab pneumonia nosokomial atau hospital-acquired pneumonia (HAP) dan pneumonia yang berhubungan dengan ventilator atau ventilator-associated pneumonia (VAP) (ATS/IDSA 2004)
-          Pemakaian antibiotik pada 90 hari terakhir
-          Dirawat di rumah sakit ≥ 5 hari
-          Tingginya frekuensi resisten antibiotik di masyarakat atau di rumah sakit tersebut
-          Penyakit imunosupresi dan atau pemberian imunoterapi
-          Ada faktor resiko pneumonia nosokomial
-          Ada penyakit / terapi yang bersifat imunosupresif



Tabel 5. Faktor-Faktor Independen terjadinya Ventilator-Associated Pneumonia (VAP)

Dikutip dari (2)


5.      PATOGENESIS
Pneumonia merupakan akibat dari invasi mikroba pada saluran pernafasan bawah dan parenkim paru yang normalnya steril yang disebabkan baik oleh karena kerusakan dari pertahanan pejamu (host defense), akibat perlawanan oleh mikroorganisme yang virulen, maupun oleh karena masuknya mikroorgnisme dalam jumlah yang sangat besar. Saluran pernafasan manusia normal memiliki sejumlah mekanisme pertahanan yang melindungi paru dari infeksi, seperti misalnya: barrier anatomik, seperti glottis dan laring; refleks batuk; sekresi trakeobronkial; lapisan-lapisan mukosiliar; imunitas seluler dan humoral; dan dua sistem fagositik yang melibatkan makrofag alveolar dan netrofil. Ketika komponen-komponen terkoordinasi ini berfungsi dengan dengan semestinya, invasi mikroba akan dieliminasi dan penyakit klinis akan terhindar, akan tetapi jika mekanisme-mekanisme pertahanan ini dirusak atau mikroba-mikroba ini berada dalam jumlah yang sangat besar atau virulensi kuman yang tinggi, dapat terjadi pneumonitis.2
Seperti yang telah diketahui bahwa jarangnya hubungan terjadinya pneumonia yang berhubungan dengan ventilator atau ventilator-associated pneumonia (VAP) dengan bakteremia, umumnya infeksi ini merupakan akibat dari aspirasi patogen-patogen potensial yang berkoloni di mukosa saluran orofaring (Gambar 1). Intubasi pada pasien tidak hanya mengganggu barrier antara orofaring dan trakhea, tetapi juga memfasilitasi masuknya bakteri ke paru-paru melalui genangan dan kebocoran (leakage) sekret yang terkontaminasi di sekitar manset selang endotrakhea (endotracheal tube / ETT). Fenomena ini terjadi pada kebanyakan pasien dengan intubasi, dimana posisi supinasi dapat memfasilitasinya. Pada pasien yang sebelumnya sehat, pasien-pasien rawat inap baru, flora atau patogen-patogen normal mulut dihubungkan dengan terjadinya pneumonia yang didapat di masyarakat (community-acquired pneumonia). Pada pasien sakit yang telah dirawat selama lebih dari 5 hari, bakteri gram negatif (GNB) dan S. aureus sering berkoloni di saluran nafas atas.2


Gambar 1. Patogenesis Ventilator-Associated Pneumonia (VAP)
Dikutip dari (6)

Yang jarang terjadi, VAP dapat terjadi melalui jalur lain. Makroaspirasi cairan lambung terjadi pada beberapa pasien. Kondensasi pada selang ventilator yang masuk ke saluran nafas pasien mengakibatkan terjadinya hal ini. Fiberoptic bronchoscopy (FOB), suction trakea, atau ventilasi manual dengan alat yang terkontaminasi dapat pula membwa patogen menuju saluran pernafasan bawah.baru-baru ini perhatian tertuju pada peran penting nebulizer yang terkontaminasi terhadap terjadinya VAP, akan tetapi alat ini jarang dihubungkan dengan VAP.2
Faktor resiko terjadinya kolonisasi GNB pada trakheobronkial nampaknya sama dengan penemonia biasa dan meliputi penyakit yang lebih berat, perawatan yang panjang, penggunaan antibiotik sebelumnya, malnutrisi, intubasi, azotemia, dan penyakit paru yang mendasari. Penelitian telah menghubngkan beberapa faktor resiko ini dengan terjadinya perubahan pelekatan GNB pada sel epitel saluran pernafasan yang menyebabkan hilangnya fibronektin permukaan sel. Adesi bakteri dan terapi antimikroba sebelumnya tampak memfasilitasi proses ini. Menariknya, Enterobacteriaceae biasanya muncul di orofaring terlebih dahulu, sedangkan P. aeruginosa lebih sering muncul di trakea terlebih dahulu.2
Sumber-sumber lain dari patogen-patogen penyebab VAP termasuk dari sinus paranasal, plak gigi, dan daerah subglotis antara plika vokalis dan manset ETT. Peran saluran gastrointestinal sebagai sumber kolonisasi GNB pada orofaring dan trakea masih kontroversial. Beberapa penelitian telah membuktikan melalui cairan lambung yang diberi label radioaktif atau melalui beberapa teknik lain bahwa cairan lambung pada pasien yang terintubasi teraspirasi ke dalam saluran trakeobronkial dalam beberapa jam. Alkalinisasi cairan lambung nampaknya merupakan prasyarat terjadinya mekanisme ini.2



6.      DIAGNOSIS
Tidak seperti Pneumonia yang didapatkan di masyarakat (community-acquired pneumonia), sulit untuk menentukan apakah pneumonia telah berkembang pada pasien rawat inap dengan ventilator.2

1.      Evaluasi Klinis Dikombinasikan dengan Pemeriksaan Mikroskopik dan Kultur Sekret Trakea
Diagnosis pneumonia yang berhubungan dengan ventilator atau ventilator-associated pneumonia (VAP) biasanya berdasarkan pada tiga komponen: tanda-tanda sistemik dari infeksi, infiltrat baru atau infiltrat yang memburuk pada rontgen toraks, dan bukti bakteriologik adanya infeksi parenkim paru. Tanda-tanda sistemik dari infeksi seperti demam, takikardia, dan leukositosis merupakan tanda-tanda nonspesifik dan dapat disebabkan oleh berbagai kondisi yang dapat meningkatkan sitokin.2





Gambar 2. Gambaran Rontgen Toraks Pasien Pneumonia
Dikutip dari (7)
Riwayat medis pasien harus meliputi penilaian untuk faktor resiko yang berkaitan dengan patogen-patogen multidrug resistant (MDR). Faktor resiko tersebut antara lain:4
-          Dirawat di rumah sakit ≥ 5 hari
-          Masuk rumah sakit lebih dari 2 hari dalam 90 hari terakhir
-          Pemakaian antibiotik pada 90 hari terakhir
-          Tinggal di rumah perawatan atau fasilitas pelayanan kesehatan
-          Terapi infus dan perawatan luka di rumah
-          Dialisis jangka panjang dalam 30 hari
-          Immunocompromise
Penilaian ini penting agar dapat mulai diberikan antibiotik yang sesuai secara empiris sebelum hasil kultur bakteri selesai.4
Evaluasi mikroskopik dan kultur sekret trakea dan atau sputum yang dibatukkan juga sering tidak meyakinkan pada pasien yang secara klinis dicurigai pneumonia, oleh karena saluran pernafasan atas pada kebanyakan pasien di Unit Perawatan Intensif (ICU) terkolonisasi dengan patogen-patogen potensial paru, baik itu ada atau tidaknya infeksi parenkim paru. Pada pasien dengan hasil pemeriksaan histologis pneumonia, sensitivitas pemeriksaan aspirat endotrakea sebesar 28%, tetapi spesifisitasnya 27%. Bagaimanapun, pemeriksaan mikroskopik aspirat bisa menjadi nilai yang potensial dalam diagnosis VAP. Spesimen dari pasien pneumonia intubasi menunjukkan tingkat netrofil dan bakteri semikuantitatif yang lebih tinggi, termasuk organisme-organisme intraselular, dibandingkan pada pasien tanpa pneumonia.2


Gambar 3. Klasifikasi HAP dan VAP berdasarkan Berat Penyakit, Adanya/Tidaknya Faktor Resiko dan Patogen Penyebabnya
Dikutip dari (8)

2.      Diagnosis Mikrobiologi Pneumonia yang Berhubungan dengan Ventilator atau Ventilator-associated Pneumonia (VAP) dengan Teknik Nonbronkoskopik
Bakteremia dan kultur efusi pleura yang positif umumnya dapat dipertimbangkan untuk diidentifikasi organisme penyebab pneumonia, jika tidak ada sumber infeksi lain yang ditemukan. Oleh sebab itu, kebanyakan peneliti merekomendasikan penelusuran pasien yang dicurigai pneumonia yang berhubungan dengan ventilator (VAP) harus meliputi pengambilan dua set sampel darah untuk kultur dan cairan pleura, meskipun penyebaran ke darah atau rongga pleura hanya terjadi pada 10% kasus VAP.2
Kultur Aspirat Endotrakea Kuantitatif
Sementara pemeriksaan sederhana kultur kualitatif aspirat endotrakea merupakan teknik yang mempunyai hasil positif palsu yang besar oleh karena adanya kolonisasi bakteri di saluran nafas proksimal yang ditemukan pada kebanyakan pasien di Unit Perawatan Intensif (ICU), beberapa peneliti menggunakan teknik kultur kuantitatif yang dapat menjelaskan bahwa kultur aspirat endotrakea dapat memiliki nilai diagnostik yang akurat secara keseluruhan, sebanding dengan beberapa teknik invasif lainnya.2
Oleh sebab itu, kultur aspirat endotrakea secara kuantitatif dapat menjadi alat yang adekuat dalam mendiagnosa pneumonia jika teknik fiberoptik tidak tersedia. Akan tetapi perlu diingat bahwa teknik ini memiliki beberapa kelemahan yang dapat menjadi perangkap. Pertama, banyak pasien yang tidak teridentifikasi dengan menggunakan nilai cutoff 106 cfu/ml. Kedua, ketika batas rendah digunakan, spesifisitas menurun tajam dan penatalaksaan yang berlebihan menjadi masalah. Akhirnya, pemilihan terapi antimikroba yang berdasarkan hasil kultur aspirat endotrakea semata dapat mengakibatkan pemberian terapi antibiotik yang tidak ada faedahnya atau terapi antimikroba spektrum luas yang berlebihan.2
Pengambilan Sampel dari Saluran Pernafasan Distal
Sekresi saluran pernafasan distal dapat dikumpulkan melalui bronkoskopi atau dengan kateter endobronkial. Teknik nonbronkoskopik sangat penting digunakan pada pasien dengan ventilator mekanik oleh karena endotracheal tube (ETT), yang melewati saluran pernafasan proksimal, memberi akses yang mudah untuk menuju saluran pernafasan bawah.2


3.      Diagnosis Mikrobiologis Pneumonia yang Berhubungan dengan Ventilator atau Ventilator-associated Pneumonia (VAP) Menggunakan Teknik Bronkoskopik
Prosedur
Fiberoptic bronchoscopy (FOB) menyediakan akses langsung ke saluran pernafasan bawah untuk pengambilan sampel bronkus dan jaringan parenkim di tempat inflamasi paru. Namun, untuk mencapai cabang bronkus, bronkoskopi harus melewati endotracheal tube (ETT) dan saluran pernafasan proksimal, dimana kontaminasi mungkin saja terjadi. Oleh karena itu, aspirasi langsung pada sekret distal melalui suction bronkoskopi seringkali terkontaminasi, sehingga membatasi spesifitas klinisnya.2
Tipe Spesimen dan Metode Laboratorium
Bermacam-macam teknik bronkoskopik dapat digunakan untuk mendiagnosa pneumonia bakterialis tetapi dua diantaranya telah dipertimbangkan memiliki nilai khusus dalam menegakkan diagnosis spesifik pneumonia yang berhubungan dengan ventilator atau ventilator-associated pneumonia (VAP): (1) penggunaan double-lumen catheter dengan protected specimen brush (PSB) untuk mengumpulkan dan mengkalibrasi spesimen tak terkontaminasi secara langsung dari daerah terinfeksi di saluran pernafasan bawah; dan (2) bronchoalveolar lavage (BAL), oleh karena teknik ini aman dan praktis untuk mendapatkan sel dan sekret dari daerah paru yang luas yang bisa dilakukan pemeriksaan mikroskopis segera setelah prosedur BAL dan juga sesuai untuk kultur dengan teknik kuantitatif.2

 Gambar 4.   Strategi Diagnostik dan Terapetik Ventilator-Associated Pneumonia (VAP)
Dikutip dari (2)

Oleh karena Ventilator-Associated Pneumonia (VAP) di Ruang Perawatan Intensif (ICU) menjadi penyebab kematian yang besar, maka dibenarkan, sekalipun kadang tidak beralasan, untuk menggunakan antibiotik pada pasien dengan infiltrat paru, meskipun kemungkinan infeksi kecil. Sebuah penelitian secara acak mengusulkan untuk meminimalkan penggunaan agen antibakteri secara berlebihan, tetapi tetap memberikan keleluasaan dokter dalam menindaklanjuti pasien. (Gambar 5). Pasien-pasien dengan skor infeksi paru secara klinis atau Clinical Pulmonary Infection Score (CPIS) =< 6 (menggambarkan kemungkinan pneumonia yang kecil) dibebaskan untuk menerima baik itu terapi standar (pilihan antibiotik dan durasi pemberiannya di bawah keleluasaan dokter) atau monoterapi dengan ciprofoxacin diikuti dengan evaluasi ulang pada hari ke-3; ciprofloxacin dihentikan jika CPIS masih =< 6.2

Tabel 6. Clinical Pulmonary Infection Score (CPIS), metode prediktif dengan menggunakan kriteria kuantitatif. Jika CPIS >6, dapat diprediksi sebagai pneumonia.

Dikutip dari (8)


Gambar 5.   Strategi Penatalaksanaan Diagnostik dan Terapetik Pasien sesuai dengan Strategi yang Diusulkan oleh Singh dkk
Dikutip dari (2)


Gambar 6. Algoritme Pneumonia yang Berhubungan dengan Ventilator (VAP) berdasarkan Clinical Pulmonary Infection Score (CPIS)
Dikutip dari (8)

Gambar 7. Strategi Penatalaksanaan Pasien Suspek HAP, VAP, atau HCAP
Dikutip dari (3)






7.      PENATALAKSANAAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar